Kamis, 31 Juli 2008

PEMBUATAN BRIKET ARANGDARI SERBUK GERGAJI

briket001.jpg Naiknya harga minyak bumi di pasar global, menjadikan harga minyak tanah sebagai konsumsi publik yang paling besar, langka dan mahal di pasaran. Masyarakat kita yang didominasi kalangan menengah ke bawah paling merasakan dampaknya dan ternyata menjadi gambaran kesulitan ekonomi Indonesia saat ini. Kesulitan itu tidak hanya sampai disitu, kenaikan harga minyak bumi juga menyebabkan seluruh harga perdagangan barang dan jasa juga naik. Jadi kata pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Pembuatan briket arang dapat menjadi salah satu alternatif mrnjawab kesulitan bahan bakar minyak tanah. Bagaimana caranya ? gampang, lingkungan kita banyak menyediakan limbah serbuk gergajian, Anda perlukan adalah teknik pembuatannya yaitu dengan cara baca , pahami dan kerjakan isi artikel ini !

PEMBUATAN BRIKET ARANGDARI SERBUK GERGAJI

Pendahuluan

Pada awal perkembangannya, kayu adalah sumber bahan bakar yang paling banyak dipakai karena mudah didapat dan sederhana penggunaannya. Namun dewasa ini tekanan terhadap hutan sangatlah berat sehingga mengurangi persediaan kayu sebagai bahan bakar. Untuk itu diperlukan alternatif penggantiannya, dan salah satunya adalah pembuatan briket arang. Dalam upaya pemanfaatan limbah serbuk gergaji, dimana serbuk gergaji merupakan bahan yang masih mengikat energi, oleh karena itu rantai pelepasan energi dimaksud diperpanjang dengan cara memanfaatkan serbuk gergaji sebagai bahan pembuatan briket arang.

Manfaat Briket Arang

Dengan penggunaan briket arang sebagai bahan bakar maka kita dapat menghemat penggunaan kayu sebagai hasil utama dari hutan. Selain itu penggunaan briket arang dapat menghemat pengeluaran biaya untuk membeli minyak tanah atau gas elpiji.Dengan memanfaatkan serbuk gergaji sebagai bahan pembuatan briket arang maka akan menningkatkan pemanfaatan limbah hasil hutan sekaligus mengurangi pencemaran udara, karena selama ini serbuk gergaji kayu yang ada hanya dibakar begitu saja.Manfaat lainnya adalah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat bila pembuatan briket arang ini dikelola dengan baik untuk selanutnya briket arang dijual.Bahan pembuatan briket arang mudah didapatkan disekitar kita berupa serbuk kayu gergajian.

Cara Pembuatan Briket Arang :

1. Peralatan

  • Ayakan ukuran lolos 50 mesh dan 70 mesh
  • Cetakan briket
  • Oven.

2. Bahan

- Serbuk gergaji

- Tempurang kelapa

- Lem kanji

Proses pembuatan media tumbuh jamur adalah sebagai berikut :

- Pengarangan

Serbuk gergaji dan tempurung kelapa dibuat arang dengan pengarangan manual (dibakar).

- Pengayakan

Pengayakan maksud untuk menghasilkan arang serbuk gergajian dan tempurung kelapa yang lembut dan halus. Arang serbuk gergaji diayak dengan saringan ukuran kelolosan 50 mesh dan arang tempurung kelapa dengan ukuran 70 mesh.

- Pencampuran media

Arang serbuk gergaji dan tempurung kelapa yang telah disaring selanjutnya dicampur dengan perbandingan arang serbuk gergaji 90 % dan arang tempurung kelapa 10 %. Pada saat pencampuran ditambah dengan lem kanji sebanyak 2,5 % dari seluruh campuran arang serbuk gergaji dan tempurung kelapa.

Pencetakan Briket Arang

Setelah bahan-bahan tersebut dicampur secara merata, selanjutnya dimasukkan ke dalam cetakan briket dan dikempa

Teknologi Produksi Recycle Komposit Bermutu Tinggi dari Limbah Kayu

Teknologi Produksi Recycle Komposit Bermutu Tinggi dari Limbah Kayu dan Plastik

Pada pengolahan kayu di industri-industri perkayuan terutama industri kayu lapis dam kayu gergajian selain produk kayu lapis dan kayu gergajian diperoleh pula limbah kayu berupa potongan kayu bulat (Log), sebetan sudah dimanfaatkan sebagai inti papan blok dan bahan baku papan partikel. Sayangnya limbah dalam bentuk serbuk gergaji belum dimanfaatkan secara optimal, terutama hanya untuk bahan bakar boiler atau dibakar tanpa pemanfaatan yang berarti dan menimbulkan masalah terhadap lingkungan (Febrianto et al., 1999). Di lain hal, dalam kurun waktu 1995 sampai 1999 terjadi peningkatan volume plastik Polypropylene sebesar 34,1% (BPS, 1999). Pada tahun 1999 dilakukan impor limbah dan potongan (Scrap) plastik dengan volume yang mencapai 400,57 ton (BPS, 1999). Kebutuhan plastik yang terus meningkat tersebut, membawa dampak bertambahnya volume limbah plastik. Pemanfaatan limbah plastik yang didaur ulang sebagai komponen bahan baku papan partikel merupakan alternatif pengganti (Substitusi) perekat sintesis thermoset (Urea Formaldehyde, Phenol Formaldehyde, Recornicol Formaldehyde) yang selama ini digunakan untuk produk panel-panel kayu (kayu lapis, papan partikel, papan serat, dll). Perekat tersebut berbahan baku minyak bumi yang persediaannya cenderung semakin terbatas dan bersifat tidak dapat diperbaharui. Kelemahan utama papan partikel sebagai bahan bangunan adalah stabilisasi dimensinya yang rendah sehingga penggunaannya terbatas pada bidang interior. Selanjutnya plastik Polypropylene (PP) yang tergolong pada perekat thermoplastik bersifat hydrophobic, sehingga diharapkan penggunaannya sebagai bahan baku papan partikel menghasilkan stabilisasi dimensi produk yang lebih baik. Bertolak dari permasalan di atas, maka penelitian dengan tema "Teknologi Produksi Recycle Komposit Bermutu Tinggi dari Limbah Kayu dan Plastik" penting untuk dilaksanakan. Pada tahun pertama sifat-sifat papan partikel berbahan dasar limbah serbuk gergaji kayu dan limbah plastik polypropylene pada berbagai nisbah campuran serbuk kayu dan platik polypropylene daur ulang 50:50, serta ukuran serbuk kayu20 mesh. Keunggulan utama papan komposit ini adalah stabilisasi dimensinya yang sangat tinggi, yang tercermin dari sifat pengembangan tebal dan daya serap airnya yang sangat rendah. Kelemahannya dibandingkan dengan papan partikel konvensional adalah sifat mekanis modulus of rupture (MOR) dan modulus of elasticity (MOE) masih rendah. Hal ini terjadi karena serbuk kayu dan polypropylene merupakan 2 bahan yang berbeda. Serbuk kayu bersifat polar dan hidrophilic, sedangkan polypropylene bersifat non polar dan hidrophobic. Pencampuran kedua material tersebut akan menghasilkan produk dengan kekuatan yang rendah. Coupling agent ataupun compatibilizer dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan tersebut. Pada tahun kedua fokus penelitian adalah memperbaiki sifat kompatibilitas serbuk kayu dan plastik polypropylene dengan mengunakan maleic anhydride (MAH) sebagai modifier dan dicumyl peroxide (DCP) sebagai intiator. Sifat fisis dan mekanis papan komposit dievaluasi pada berbagai variasi konsentrasi MAH dan DCP. Sifat fisis dan mekanis papan komposit juga dipengaruhi oleh processing contions (suhu, waktu serta tekanan pengempanan). Pada tahun kedua ini juga dilakukan serangkaian percobaan untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu pengempaan terhadap sifat fisis dan mekanis papan komposit dari limbah serbuk kayu dan limbah plastik polypropylene. Penambahan maleic anhydride (MAH) sebagai modifier sampai 6% dari berat PP daur ulang yang digunakan mampu memperbaiki stabilisasi dimensi dan meningkatkan kekuatan mekanis papan komposit. Suhu dan waktu kempa dalam memproduksi papan komposit mempengaruhi sifat fisis dan sifat mekanis dari papan komposit dalam peneltian ini adalah 180oC selama 25 menit. Kecuali modulus of elasticity, semua parameter sifat mekanis papan komposit hasil penelitian inijauh lebih baik dibandingkan sifat mekanis papan partikel konvensional. Sebagai bahan bangunan papan komposit yang dihasilkan selain memiliki stabilisasi dimensi dan kekuatan juga harus tahan terhadap serangan rayap maupun jamur, terutama jika produk tersebut dipakai di udara terbuka. Untuk itu pada tahun ketiga dicoba untuk mengevaluasi daya tahan papan komposit terhadap rayap dan jamur pelapuk. Selain itu, dalam rangka untuk menghasilkan komposit yang baik (stabilisasi dimensi dan kekuatan yang tinggi) pada tahun ini diamati perlakuan pendahuluan pada filter dengan teknik coating. Bahan baku penyusunan papan komposit dapat bervariasi, tidak hanya serbuk kayu dan plastik PP daur ulang saja. Pada tahun ketiga ini juga dievaluasi sifat fisis dan mekanis papan komposit yang terbuat dari berbagai type filler dan plastik daur ulang. Kemudian, dalam rangka lebih memperlebar pemanfaatan plastik daur ulang, dalam rangka untuk memperbaiki kualitas papan partikel konvensional, maka plastik PP daur ulang digunakan sebagai pelapis papan partikel yang terbuat dari kayu sengon dengan perekat UF. Penelitan dilakukan di Laboratorium Bio-komposit dan laboratorium Kimia Hasil Hutan Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, dan Laboratorium Biologi Hasil Hutan Pusat Studi Ilmu Hayati IPB. Papan komposit dari serbuk kayu sengon dan plastik PP daur ulang bersifat tahan terhadap rayap tanah (C.curvignathus HOLMGREN) dan rayap kayu kering (C. cynochephalus Light), namun rentan terhadap jamur pelapuk (S.commune). Sifat fisis dan mekanis papan komposit dipengaruhi oleh tipe filler dan jenis plastik yang digunakan. Sifat fisis dan mekanis papan komposit yang terbuat dari bahan filler bambu dengan PP/PE daur ulang bersifat lebih unggul jika dibandingkan dengan kayu sengon, sawit, maupun sekam. Pre-treatment serbuk kayu sengon dengan cara coating dengan PP daur ulang di dalam pelarut xylene tidak mampu meningkatkan sifat fisis dan mekanis papan komposit yang dihasilkan. Namun, dengan teknik tersebut sifat fisis dan mekanis papan komposit dengan MAH modifier lebih unggul dibandingkan tanpa MAH. Untuk meningkatkan sifat fisis dan mekanis papan partikel konvensional, plastik PP daur ulang dapat digunakan sebagai bahan pelapis. Papan partikel yang dilapisi PP daur ulang memiliki sifat fisis dan mekanis yang sangat unggul.

PEMANFAATAN BEBERAPA LIMBAH KAYU LUNAK

PEMANFAATAN BEBERAPA LIMBAH KAYU LUNAK, AMPAS TEBU, DAN AMPAS AREN SEBAGAI MEDIA PEMBAWA INOKULUM RHIZOBIUM JAPONICUM (KIRCHNER) BUCHANAN

Limbah kayu lunak (serbuk kayu gergajian albasia, serbuk kayu gergajian afrika) serta ampas tabu dan ampas aren di dalam kantung plastik masing-masing seberat 5 gram diinokulasi dengan bakteri Rhizobiun jaDonicum strain USDA 110 dan diinkubasi pada suhu 29°C selama 4, 6, 8, dan 10 minggu. Penanaman kedelai kultivar Kennel dengan diinokulasi masing-masing oleh inokulum yang telah dibuat, merupakan langkah lanjutan untuk penentuan kualitas inokulum. Penghitungan bintil akar efektif dilakukan 45 hari setelah biji berkecambah sesuai dengan indikator/parameter baku. Perbedaan yang nyata tereatat diantara jenis media pembawa inokulum, variasi waktu simpan, dan interaksi dari keduanya. Persentase nodula efektif dari tanaman kedelai yang diinokulasi inokulum dengan media pembawa serbuk kayu albasia masa inkubasi 4 dan 6 minggu berturut-turut 82% dan 76,8%, setara dengan inokulum dengan media pembawa gambut masa inkubasi 4 dan 6 minggu (berturut-turut 82,4% dan 77,8%) maupun inokulum "Rhizobin" yang dijual dipasaran dengan masa inkubasi 30 minggu yaitu 80%. Dengan demikian limbah kayu lunak berupa serbuk kayu albasia dapat dimanfaatkan sebagai media pembawa inokulum Rhizobium.

Translation:

'Albasia' sawdust, 'Afrika' sawdust as waste products of _soft-woods saw mill, bagasse, and waste product of sugar palm industry placed in plastic bags with net weight 5 grams each were inoculated with Rhizobium iaponicum strain USDA 110 and incubated at temperature 29°C for 4, 6, 8, and 10 weeks. Planting of soybean cultivar Kerinci inoculated with each inoculum which have been made, was the continuation for determining inoculum quality. Effective nodules were counted 45 days after germination according to standard indicator. Significant differences were noted among inoculum carrier media, incubation time
variation, and their interactions. Effective nodules percentage from soybean inoculated with 'albasia' sawdust carrier media inoculum with incubation time 4 and 6 weeks was 82% and 76.8% respectively, on a par with peat-soil carrier media inoculum with incubation time 4 and 6 weeks (82.4% and 77.8% respectively) and the commercial inoculum "Rhizobin" with incubation time 30 weeks that was 80%.

Tungku Briket Gergajian Kayu

Tungku Briket Gergajian Kayu Mulai Diminati

SOLUSI untuk bahan bakar alternatif di tengah menggilanya harga bahan bakar minyak menjadi sebuah kabar yang menggembirakan, terutama bagi sebagian orang yang berpenghasilan menengah dan kerap menggunakan bahan bakar minyak dalam memenuhi kebutuhannya.

Kegelisahan itu rupanya ditangkap dan direspons oleh Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Banjarnegara, dengan membuat tungku berbahan bakar serbuk gergajian dan serutan kayu. Bahan bakarnya, yang merupakan limbah industri kayu itu, dirasakan cukup ekonomis dan mudah didapatkan.

''Selain membuat tungkunya, kami juga telah membuat briket gergajian kayu sebagai bahan bakarnya, sehingga memudahkan pengguna. Dengan briket, maka akan lebih praktis daripada menata sendiri serbuk ke dalam tungku,'' papar Sekretaris HKTI Kabupaten Banjarnegara, Sutrisno.

Pusat pembuatan tungku dan briket kayu gergajian itu berada di Desa Pucang, Kecamatan Bawang, Banjarnegara. Pengelolanya adalah para anggota HKTI di desa tersebut, yang dikoordininasi oleh Dwi Imam Budiarto. ''Ide itu memang diilhami dari berbagai tungku sejenis yang telah digunakan oleh sejumlah orang. Namun, kami bisa lebih maju dengan membuat serbuk gergajian sebagai bahan bakarnya dalam bentuk briket,'' tutur Budiarto, sembari menunjukkan cara pembuatan tungku dan briketnya.

Sejumlah keuntungan bisa diperoleh, dengan menggunakan tungku berbahan bakar alternatif tersebut. Di antaranya lebih hemat, karena harga briketnya terhitung murah, yakni Rp 500, dan untuk memasak sehari cukup tiga buah briket. Praktis, sehari hanya membutuhkan uang sebesar Rp 1500 saja untuk keperluan masak satu rumah.

''Dibandingkan dengan bahan bakar minyak, jelas hal itu lebih murah. Namun, diakui, memang hal itu belum memasyarakat, karena belum semua orang tahu ada bahan bakar alternatif tersebut,'' jelasnya.

Cocok

Dia mengemukakan, tiga buah briket seharga Rp 1500 itu bisa dibakar selama tiga jam, dengan panas yang konsisten. Proses masak dengan menggunakan tungku tersebut juga lebih cepat. Bagi industri rumah tangga, lanjut dia, yang biasa menggunakan bahan bakar minyak, jelas lebih hemat bila menggunakan tungku briket gergajian kayu tersebut.

Hanya, kata dia, harga tungkunya bagi sebagai masyarakat ekonomi lemah memang masih agak mahal. Untuk ukuran besar (setengah drum minyak), biasanya untuk industri rumah tangga dihargai Rp 150 ribu, sedangkan yang berukuran sedang (tinggi 36 cm, diameter 18 cm) seharga Rp 50 ribu, dan yang berukuran kecil sebesar kaleng biskuit dihargai Rp 15 ribu.

''Meski sudah mulai banyak yang menggunakannya, namun kami masih terkendala masalah permodalan. Dahulu bersama HKTI, kami membutuhkan dana Rp 5 juta untuk uji coba dan proses perwujudan ide itu,'' urainya.

Dalam waktu dekat ini rencananya alat untuk membuat briket gergajian kayu tersebut akan didatangkan lagi.

Alat itu adalah hasil pengembangan dari alat yang sekarang telah ada untuk membuat briket yang lebih bagus kualitasnya.

Hemat Konsumsi Kayu 7 Juta M3 Tiap Tahun

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH), Badan Litbang Kehutanan telah berhasil mengklasifikasikan keawetan 3.132 jenis kayu dari sekitar 4000 jenis kayu di hutan alam di Indonesia. Dari klasifikasi tersebut, diketahui hanya 14,3% yang memiliki keawetan tinggi. Sisanya sebanyak 85,7% mempunyai keawetan rendah. Dengan kata lain, sebagian besar kayu Indonesia tidak tahan terhadap serangan organisme perusak kayu (OPK). Rendahnya keawetan kayu tersebut tak terlepas dari Iklim tropis Indonesia yang hangat dan lembab, kondisi yang sangat ideal untuk perkembangbiakan OPK seperti rayap, jamur, dan binatang laut penggerek kayu. Di antara 2.000 spesies rayap di seluruh dunia, 200 spesies di antaranya hidup di Indonesia. Berdasarkan pengalaman, kayu yang digunakan untuk perumahan biasanya memiliki kelas awet rendah dan hanya mampu bertahan selama 5 tahun. Padahal jika dilakukan pengawetan terlebih dahulu, kayu kelas awet rendah tersebut mampu bertahan hingga 15 tahun.

Jika diasumsikan kebutuhan rumah setiap tahun adalah 2,9 juta unit dengan kebutuhan kayu tiap unit sebanyak 2,97 meter kubik (m3), maka tiap tahun kebutuhan kayu gergajian untuk perumahan dan gedung diperkirakan sebanyak 8,6 juta m3 per tahun. Apabila 85% dari kebutuhan tersebut merupakan kayu yang mempunyai keawetan alami rendah dan hanya bisa bertahan selama 5 tahun, maka dalam kurun waktu 15 tahun pertama total kayu gergajian yang dibutuhkan untuk membangun dan mengganti kayu yang rusak adalah sebanyak 233 juta m3, dengan rincian 129 juta m3 untuk membangun dan 104 juta m3 untuk mengganti yang rusak.

Dari perhitungan tersebut berarti, dengan pengawetan, selama 15 tahun pertama kayu yang digunakan dapat dihemat sebesar 104 juta m3, atau hampir 7 juta m3 tiap tahunnya. Dengan asumsi rendemen atau perbandingan antara output dan input sebesar 50%, penghematan setiap tahun setara dengan 14 juta m3 kayu bulat. Jika diasumsikan potensi kayu 100 m3 per hektar, maka hutan yang tak perlu ditebang setiap tahun adalah seluas 140.000 ha.

Teknologi Pengawetan Kayu Mampu Hemat Konsumsi Kayu 7 Juta M3 Tiap Tahun

Dari aspek ekonomi, berdasar perhitungan yang dilakukan, diketahui bahwa biaya tahunan rata-rata kayu yang tidak diawetkan sebesar Rp.487.398 per m3 dan kayu yang diawetkan sebesar Rp.701.105 per m3. Hal ini berarti biaya pembelian kayu yang diawetkan untuk membangun selama 15 tahun adalah 129 juta m3 x Rp.487.398 per m3 = Rp.62,87 triliun. Sedangkan untuk kayu yang tidak diawetkan adalah 233 juta m3 x Rp.701.105 per m3 = Rp.163,38 triliun. Biaya yang dapat dihemat selama 15 tahun pertama adalah Rp.100,51 triliun atau sekitar Rp.6,7 triliun per tahun.

Teknik pengawetan kayu belum populer di kalangan masyarakat karena dianggap tidak praktis dan memerlukan peralatan dengan operasional yang tidak mudah. Permasalahan lain teknik pengawetan kayu adalah anggapan bahwa biaya pengawetan kayu tersebut mahal, mencemari lingkungan, dan belum adanya standardisasi ukuran kayu yang diterima secara nasional. Kayu yang telah diawetkan harus siap pakai dan tidak boleh diserut lagi.

Teknologi Pengawetan Kayu

Teknologi Pengawetan Kayu Hemat Konsumsi Kayu Gergaji

Dephut mengembangkan teknologi pengawetan kayu yang dapat menghemat konsumsi kayu gergajian di dalam negeri sampai 7 juta meter kubik (m3) setiap tahun.

Dengan asumsi kebutuhan perumahan setiap tahun mencapai 2,9 juta unit, menurut siaran pers Dephut yang diterima di Jakarta, Kamis, total kayu gergajian yang dibutuhkan untuk membangun dan mengganti kayu yang rusak sebanyak 8,6 juta m3.

Jika 85% kayu gergajian yang dipakai membangun rumah memiliki keawetan tidak lebih dari 5 tahun, maka dalam 15 tahun dibutuhkan 233 juta m3. Kebutuhan kayu gergajian itu terdiri atas 129 juta m3 untuk membangun rumah dan 104 juta meter kubik untuk mengganti yang rusak.

Dengan teknologi pengawetan kayu yang dikembangkan Badan Litbang Dephut, selama 15 tahun dapat dihemat 104 juta m3 atau hampir 7 juta m3 per tahun.

Dengan asumsi rendemen kayu untuk pembangunan rumah sekitar 50%, maka kayu bulat yang harus disediakan mencapai 14 juta m3

Jika potensi kayu bulat per hektar diasumsikan 100 meter kubik, maka hutan yang tidak perlu ditebang setiap tahun sekitar 140.000 hektar.

Dari sisi ekonomi, biaya yang dapat dihemat melalui pengawetan kayu selama 15 tahun mencapai Rp100,51 triliun atau Rp6,7 triliun per tahun.

Moulding in The Process

Moulding in The Process

PENETAPAN ISI KAYU OLAHAN

Bagaimana cara menetapkan isi kayu bundar, baik kayu bundar rimba maupun kayu bundar Jati. Pada kesempatan ini akan dibahas bagaimana cara menetapkan isi kayu olahan.

Pada edisi ini akan dibahas mengenai cara penetapan isi kayu olahan untuk kayu gergajian (sawn timber), kayu lapis (plywood) dan kayu bentukan (moulding).

Penetapan isi kayu gergajian

Kayu gergajian adalah kayu persegi empat dengan ukuran tertentu yang diperoleh dengan menggergaji kayu bundar atau kayu lainnya. Pada dasarnya penetapan isi kayu gergajian ini sangat sederhana, yaitu dengan cara mengalikan dimensi tebal, lebar dan panjang. Cara penetapan masing-masing dimensi tersebut adalah sebagai berikut :

  • Tebal (t) diukur pada bagian tebal tertipis dari kayu, dalam satuan senti meter (cm).
  • Lebar (l) diukur pada bagian lebar tersempit dari kayu, dalam satuan senti meter (cm).
  • Panjang (p) diukur pada jarak terpendek antara kedua bontos, dalam satuan meter (m).
  • Isi ditetapkan dengan mengalikan tebal, lebar dan panjang kayu dalam satuan meter kubik (m3) dengan 4 desimal (empat angka di belakang koma) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

t x l x p
Isi = ----------------
10.000

Keterangan :

t = tebal, l = lebar, p = panjang
10.000 = konversi t dan l dari satuan cm ke m

Mengingat dalam kenyataannya di lapangan, ukuran kayu tersebut tidak bisa dihasilkan persis seperti ukuran yang tertera di dalam dokumen (ukuran baku), baik disebabkan oleh peralatan pengukuran, teknik yang digunakan, maupun karena ketrampilan tenaga pelaksananya, maka dalam perdagangan kayu gergajian ada istilah yang disebut dengan ukuran lebih (over size), yaitu kelebihan ukuran di atas ukuran baku. Toleransi ukuran lebih adalah sebagai berikut :

Dimensi

Ukuran baku

Toleransi ukuran lebih

Tebal (t)

≤ 3 cm
> 3 cm

≤ 3 mm
≤ 6 mm

Lebar (l)

≤ 8 cm
> 8 cm

≤ 3 mm
≤ 6 mm

Panjang (p)

≤ 1,00 m
> 1,00 m

≤ 25 mm
≤ 50 mm

Cara penetapan isi kayu gergajian ini dapat dilihat dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan nomor seri SNI 01-5008.1-1999 tentang Kayu gergajian rimba dan SNI 02-5008.5-1999 tentang Kayu gergajian Jati.

Penetapan isi kayu lapis

Kayu lapis adalah suatu produk yang diperoleh dengan cara menyusun bersilangan tegak lurus lembaran venir yang diikat dengan perekat. Berdasarkan jumlah lapisannya kayu lapis dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : 3 lapis (tripleks) dan yang lebih dari 3 lapis (multipleks).

Seperti halnya perhitungan isi kayu gergajian, isi kayu lapis diperoleh dengan cara mengalikan hasil pengukuran dimensi t, l dan p, dengan perbedaan bahwa cara pengukuran kayu lapis berbeda dengan cara pengukuran kayu gergajian. Apabila pengukuran kayu gergajian dilaskanakan pada daerah terkecil (tebal tertipis, lebar tersempit dan panjang terpendek), pengukuran kayu lapis (sesuai dengan SNI 01-5008.2-2000 tentang Kayu lapis penggunaan umum) dilaksanakan dengan cara sebagai berikut :

  • Tebal (t) diukur pada keempat sudut kayu lapis, kemudian dirata-ratakan.
  • Lebar (l) diukur pada kedua ujung sisi panjangnya, kemudian dirata-ratakan.
  • Panjang (p) diukur pada kedua ujung sisi lebarnya, kemudian dirata-ratakan.
  • Untuk kayu lapis diperlukan syarat kesikuan, yaitu selisih hasil dua kali pengukuran diagonalnya.

Seperti halnya pada kayu gergajian, terhadap kayu lapispun dipersyaratkan adanya toleransi dimensi sebagai berikut :

Dimensi

Besarnya Toleransi

Tebal (t) : < 6 mm
≥ 6 mm

± 5 %
± 3 %

Lebar (l)

- 0,00 mm, + 1,6 mm

Panjang (p)

- 0,00 mm, + 1,6 mm

Kesikuan

≤ 3 mm

Penetapan isi kayu bentukan

Kayu bentukan (moulding) adalah kayu gergajian atau kayu lainnya yang dibentuk secara khusus melalui mesin pembentuk (moulder) yang berkadar air ≤ 20 % serta mempunyai tujuan penggunaan tertentu. Berdasarkan bahan bakunya kayu bentukan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: kayu bentukan utuh yang bahan bakunya berasal dari kayu gergajian utuh, dan kayu bentukan sambung yang bahan bakunya terdiri dari kayu gergajian pendek atau kayu lainnya yang disambung terdiri dari papan sambung dan bilah sambung.

Berdasarkan bentuk penampang lintangnya, kayu bentukan dapat pula dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kayu bentukan sederhana dan kayu bentukan hias (decorative moulding). Kayu bentukan sederhana adalah kayu bentukan yang penampang lintangnya sederhana, seperti berbentuk persegi, berbentuk lingkaran atau setengah lingkaran serta berbentuk segi tiga, sehingga mudah menetapkan isinya. Sedangkan kayu bentukan hias adalah kayu bentukan yang penampang lintangnya bervariasi, berbentuk dekoratif, sehingga sulit dalam menetapkan isinya. Contoh kayu bentukan sederhana :



Segi empat (S4S)


Lingkaran (dowel)


Segitiga

Contoh kayu bentukan hias :

.
















Lis sudut


Papan dinding (Lumbersharing)

Prinsip penetapan isi kayu bentukan sama dengan penetapan isi kayu gergajian atau kayu lapis, yaitu dengan mengalikan t, l dan p atau lebih spesifik lagi, isi kayu bentukan adalah luas penampang lintang x panjang. Mengingat bentuk penampang lintangnya sangat bervariasi, maka penetapan isi kayu bentukan ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu :

  • Isi khayal bahan baku (initial sizes atau nominal sizes).
  • Isi sebenarnya (actual sizes atau finish sizes).

Lihat gambar berikut :

.
















Keterangan :

= penampang khayal (Initial sizes)
(Isi = luas penampang khayal x panjang)

= penampang sebenarnya (Actual sizes)
(Isi = luas penampang sebenarnya x panjang)

Cara pengukuran dimensi untuk isi penampang khayal sama dengan cara pengukuran dimensi kayu gergajian. Sedangkan untuk mencari luas penampang sebenar-nya yaitu dengan menggambar penampang lintang kayu tersebut pada kertas millimeter, kemudian dihitung jumlah kotaknya, hasilnya menunjukkan luas penampang lintang dalam mm2. Cara lain dengan menggunakan alat planimeter. Baca SNI 01-5008.4-1999 tentang kayu bentukan (moulding) rimba. Toleransi dimensi untuk kayu bentukan disajikan dalam tabel berikut :

Sortimen

Besarnya Toleransi (mm)

Tebal

Lebar

Panjang

Papan bentukan utuh

± 0,5

± 0,5

0,0 - 50,0

Papan sambung

± 0,5

± 1,0

0,0 - 50,0

Bilah sambung

± 0,5

± 0,5

0,0 - 50,0