Kamis, 31 Juli 2008

Hemat Konsumsi Kayu 7 Juta M3 Tiap Tahun

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH), Badan Litbang Kehutanan telah berhasil mengklasifikasikan keawetan 3.132 jenis kayu dari sekitar 4000 jenis kayu di hutan alam di Indonesia. Dari klasifikasi tersebut, diketahui hanya 14,3% yang memiliki keawetan tinggi. Sisanya sebanyak 85,7% mempunyai keawetan rendah. Dengan kata lain, sebagian besar kayu Indonesia tidak tahan terhadap serangan organisme perusak kayu (OPK). Rendahnya keawetan kayu tersebut tak terlepas dari Iklim tropis Indonesia yang hangat dan lembab, kondisi yang sangat ideal untuk perkembangbiakan OPK seperti rayap, jamur, dan binatang laut penggerek kayu. Di antara 2.000 spesies rayap di seluruh dunia, 200 spesies di antaranya hidup di Indonesia. Berdasarkan pengalaman, kayu yang digunakan untuk perumahan biasanya memiliki kelas awet rendah dan hanya mampu bertahan selama 5 tahun. Padahal jika dilakukan pengawetan terlebih dahulu, kayu kelas awet rendah tersebut mampu bertahan hingga 15 tahun.

Jika diasumsikan kebutuhan rumah setiap tahun adalah 2,9 juta unit dengan kebutuhan kayu tiap unit sebanyak 2,97 meter kubik (m3), maka tiap tahun kebutuhan kayu gergajian untuk perumahan dan gedung diperkirakan sebanyak 8,6 juta m3 per tahun. Apabila 85% dari kebutuhan tersebut merupakan kayu yang mempunyai keawetan alami rendah dan hanya bisa bertahan selama 5 tahun, maka dalam kurun waktu 15 tahun pertama total kayu gergajian yang dibutuhkan untuk membangun dan mengganti kayu yang rusak adalah sebanyak 233 juta m3, dengan rincian 129 juta m3 untuk membangun dan 104 juta m3 untuk mengganti yang rusak.

Dari perhitungan tersebut berarti, dengan pengawetan, selama 15 tahun pertama kayu yang digunakan dapat dihemat sebesar 104 juta m3, atau hampir 7 juta m3 tiap tahunnya. Dengan asumsi rendemen atau perbandingan antara output dan input sebesar 50%, penghematan setiap tahun setara dengan 14 juta m3 kayu bulat. Jika diasumsikan potensi kayu 100 m3 per hektar, maka hutan yang tak perlu ditebang setiap tahun adalah seluas 140.000 ha.

Teknologi Pengawetan Kayu Mampu Hemat Konsumsi Kayu 7 Juta M3 Tiap Tahun

Dari aspek ekonomi, berdasar perhitungan yang dilakukan, diketahui bahwa biaya tahunan rata-rata kayu yang tidak diawetkan sebesar Rp.487.398 per m3 dan kayu yang diawetkan sebesar Rp.701.105 per m3. Hal ini berarti biaya pembelian kayu yang diawetkan untuk membangun selama 15 tahun adalah 129 juta m3 x Rp.487.398 per m3 = Rp.62,87 triliun. Sedangkan untuk kayu yang tidak diawetkan adalah 233 juta m3 x Rp.701.105 per m3 = Rp.163,38 triliun. Biaya yang dapat dihemat selama 15 tahun pertama adalah Rp.100,51 triliun atau sekitar Rp.6,7 triliun per tahun.

Teknik pengawetan kayu belum populer di kalangan masyarakat karena dianggap tidak praktis dan memerlukan peralatan dengan operasional yang tidak mudah. Permasalahan lain teknik pengawetan kayu adalah anggapan bahwa biaya pengawetan kayu tersebut mahal, mencemari lingkungan, dan belum adanya standardisasi ukuran kayu yang diterima secara nasional. Kayu yang telah diawetkan harus siap pakai dan tidak boleh diserut lagi.

Tidak ada komentar: